Welcome

Selamat Datang di Blog Raisa

Piercing Sebagai Dampak Era Globalisasi

Selasa, 21 Oktober 2008 0 komentar

Globalisasi merupakan suatu sistem yang sampai saat ini sudah mendunia bahkan bukan hanya pada golongan tertentu akan tetapi semua lapisan masyarakat sudah mengenal dan merasakan dampak dari globalisasi. Globalisasi adalah pemegang peranan utama dalam perubahan tatanan hidup manusia dalam segala bidang seperti ekonomi, politik, dan sosial budaya. Dampak globalisasi terhadap budaya lebih pada perubahan perilaku masyarakat khususnya di Indonesia. Perubahan ini terjadi berupa berubahnya perilaku masyarakat yang pada awalnya bersifat tradisional menjadi modern yang lebih dikenal dengan sebutan modernisasi. Dengan adanya globalisasi maka secara tidak langsung budaya ketimuran yang dianut oleh masyarakat indonesia secara perlahan memudar bahkan hampir hilang, hal ini terbukti dengan sedikitnya masyarakat Indonesia yang merasa malu pada kepribadian yang bersifat ketimuran.

Pada kaum muda terutama remaja dampak-dampak globalisasi sudah dijadikan sebagai jalan hidup atau dengan kata lain dampak-dampak globalisasi itu sudah menjadi pembentuk kepribadian remaja dalam tatanan global saat ini khususnya di Indonesia. Gaya hidup yang di bawa oleh globalisasi yaitu gaya hidup orang-orang barat hal ini dikarenakan pencetus globalisasi berasal dari negara barat. Gaya hidup atau perilaku yang banyak dilakukan di barat terutama di Eropa dan Amerika pada saat ini sudah banyak diikuti oleh masyarakat Indonesia mulai dari cara berfikir sampai cara makan sekalipun. Bukan itu saja tetapi juga dalam bidang fashion dimana cara berpenampilan ala ketimuran pada saat ini sudah dianggap kuno dan kadaluwarsa bagi mayoritas masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan oleh pengaruh globalisasi yang mengubah mainset pikiran masyarakat yang mengatakan bahwa panutan dalam berperilaku masyarakat internasional yaitu perilaku masyarakat barat, yang diartikan oleh para remaja dengan mengatakan bahwa kebudayaan barat adalah kebudayaan yang luar biasa dan “keren”. Hal ini tentunya memiliki dampak negatif dan dampak positif, dampak tersebut tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya dan bagaimana cara berpikir seseorang dalam menilai dampak globalisasi.

Salah satu dampak globalisasi terhadap budaya khususnya pada sektor fashion yaitu “body Piercing” atau dalam istilah yang terkenal dimasyarakat Indonesia dengan sebutan “tindik” (istilah yang akan terus saya gunakan dalam artikel ini). Pada saat ini tindik sudah menjadi hal yang wajar dan lumrah dikalangan anak muda dan remaja, yang oleh para kaum tua mengatakan bahwa tindik hanyalah perilaku yang menyakiti diri sendiri akan tetapi pada perkembangannya dikalangan anak muda dan remaja tindik merupakan tren yang sangat banyak di ikuti dan di aplikasikan dalam kehidupan mereka.

Body Piercing (tindik tubuh) sebenarnya sudah dikenal sejak 10 abad silam hampir di seluruh belahan dunia. Catatan sejarah menunjukan, suku-suku primitif melakukan tindik sebagai bagian ritual adat dan penunjuk identitas derajat sosial. Suku Indian melakukan body piercing dengan cara mengantungkan dada dengan kait besi dibagian dada. Ritual yang disebut OKIPA ini diperuntukan bagi lelaki yang akan diangkat menjadi tentara atau panglima perang. Sementara sebuah suku di india melakukan ritual menusuki tubuh dengan jarum yang panjangnya bisa mencapai sekitar satu meter untuk menghormati dewa. Ritual bernama Kavandi ini biasanya digelar setiap februari. Di Indonesia, tradisi tindik biasa dilakukan warga Suku Asmat di kabupaten Merauke dan Suku Dani di Kabupaten jayawijaya, Papua. Lelaki Asmat menusuki bagian hidung dengan batang kayu atau tulang belikat babi sebagai tanda telah memasuki tahap kedewasaan. Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaaan tubuh melalui tindik di daun telinga sejak abad ke-17. Tak sembarangan orang bisa menindik diri, hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik dikuping. Sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar cuping daun telinga. Menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaran lubang daun telinga, semakin cantik dan tinggi status sosialnya dimasyarakat.

Pada awalnya tindik merupakan bagian dari acara ritual suatu kaum, selain itu juga tindik pada awalnya merupakan lambang atau simbol status sosial pada masyarakat tertentu, tindik juga merupakan simbol kecantikan dan keanggunan bagi para kaum wanita di suku tertentu. Seperti yang di gambarkan pada film “300” yang mengartikan tindik pada bagian tertentu di badan adalah merupakan status jabatan atau posisi seseorang dalam kerajaan, sebagai contoh, seseorang yang memakai tindik di hidung dan di pipi adalah seseorang yang memiliki jabatan sebagai panglima perang atau negosiator dalam perang. Pada awalnya fenomena tindik dalam perang adalah semakin banyak seseorang mengenakan tindik di bagian badannya maka semakin tinggi dan terhormat pulalah kedudukan dan posisinya dalam kerajaan dan medan perang, dan semakin tinggi juga status sosialnya di kehidupan masyarakat. Itu hanya dilihat dari dimana letak posisi tindik tersebut di badan seseorang. Selain letak posisi pada tubuh, pada awalnya juga bahan yang digunakan untuk tindik tersebut berpengaruh pada status dan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Jadi pada dasarnya dan pada awalnya tindik merupakan simbol yang bersifat resmi, teratur dan sakral dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara. Selain itu tindik di posisi tertentu di badan adlah merupakan penghinaan dan perlawanan terhadap sistem yang berlaku seperti contoh tindik yang terletak dan dipasang di bagian atas mata adalah merupakan sindiran terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh raja.

Sifat resmi, teratur dan sakral yang pada awal mula adanya tindik pada saat ini sudah tidak lagi dihiraukan dan dipikrkan oleh para pemakai tindik atau dalam bahasa halusnya disebut aksesoris tubuh. Sifat-sifat yang ada pada awal berkembangnya tindik sudah di abaikan begitu saja dan sudah digantikan dengan sifat dan sudut pandang yang berbeda. Pada saat ini tindik tidak lagi dalam konteks resmi dan tidak bersifat sakral, hal ini tergantikan dengan fenomena tren yang di sebut gaul, keren, dan modern. Banyak alasan yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan tindik di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya. Salah satu alasan yang paling kuat yang berkembang di Indonesia yaitu agar seseorang bisa mengikuti perkembangan zaman dan agar seseorang bisa beradaptasi dengan komunitas dimana seseorang tersebut bergaul dan berkembang. Seperti contoh kasus yang terjadi pada seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia. Dia memiliki sebanyak 11 tindik yang tersebar di seluruh permukaan badannya seperti di telinga, bibir, lidah, alis dan perutnya. Dia memakai tindik hanya untuk mencari sensasi dan agar dirinya dapat terlihat berbeda dengan orang lain. Dan juga hal ini disebabkan oleh komunitas disekitarnya yang mayoritas menggunakan tindik. Hal ini berdampak pada kepribadiannya yang sudah mulai meninggalkan norma yang berlaku di masyarakat yang berdasarkan pada budaya orang-orang timur.

Perkembangan tindik di Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh proses globalisasi, dimana pada proses tersebut terjadi akulturasi kebudayaan dari budaya barat masuk ke Indonesia. Perkembangan tindik tersebut juga dipengaruhi oleh makin banyaknya dan populernya pemakaian tindik di kalangan selebritis internasional baik di perfilman maupun di dunia musik, akan tetapi dunia musik internasional lah yang paling berpengaruh terhadap perkembangan tindik di Indonesia. Sebagai contoh, grup band “ Blink182” yang memiliki fans dan pengemar yang sangat banyak yang tersebar di seluruh dunia ini menggunakan tindik tanpa memperdulikan arti dari tindik tersebut, grup band tersebut juga melakukan banyak inovasi dan kreasi dalam menggunakan tindik di badan angggota-anggota band tersebut, grup band tersebut juga lah yang banyak mempopulerkan pemakaian tindik di dunia lewat musik-musiknya baik pada saat pembuatan video klip atau pada saat melakukan konser musik. Fenomena ini juga di ikuti oleh anak muda dan remaja di Indonesia, yang secara terang-terangan mengklaim diri mereka sebagai pengikut dan “pengabdi” pada segala kebudayaan barat yang berkembang, hal ini dikarenakan pola pikir anak muda dan remaja yang tidak mau ketinggalan zaman dan ingin mengikuti tren global. Hal ini juga mengubah perilaku masyarakat Indonesia terutama anak muda dan remaja yang akhirnya membentuk perilaku yang berlandaskan pada kapitalisme, modernisasi dan menjadi bersifat konsumtif agar dapat tidak dikatakan ketinggalan zaman dan agar dapat diterima dikomunitas mereka.

Pada saat ini sudah banyak dan populer pemakaian tindik dikalangan anak muda dan remaja di Indonesia yang mengikuti kebudayaan yang berkembang di barat khusunya pemakaian tindik. Fenomena tindik pun memiki 2 aliran yaitu aliran yang hanya murni mengikuti perkembangan zaman dan agar bisa dibilang “keren” dan “gaul” pada komunitasnya, aliran ini yang paling berkembang di Indonesia yang dimana mayoritas pemakai tindik adalah anak muda dan rema. Pada aliran lain dimana mengartikan dan “ menghayalkan “ tindik adalah merupakan sebuah karya seni yang memiliki niali tinggi yang diaplikasikan oleh seseorang pada tubuhnya sebagai media.

Fenomena pemakaian tindik sebagai aksesoris yang tidak wajar ( menurut mayoritas orang tua di Indonesia) ini di Indonesia juga tidak lepas dari peranan media massa yang memiliki dan memegang peranan yang sangat vital dalam proses globalisasi dan dalam tatanan internasional. Dan media massa merupakan alat yang digunakan dalam proses globalisasi. Bahkan ada pendapat ekstrim yang pernah saya dengar yang menyatakan bahwa negara atau institusi yang menguasai media masa maka negara atau institusi tersebut akan menguasai dunia secara keseluruhan. Hal ini juga berlaku pada perkembangan tindik di Indonesia yang merupakan hasil dari kebudayaan barat atau tren yang berkembang di barat. Media massa baik yang bersifat elektrotik maupun cetak mengekspose sangat dalam dan jauh terhadap perkembangan budaya tindik atau piercing di dunia, dan media massa juga memberikan image kepada anak muda dan remaja di Indonesia bahwa tindik bukanlah sesuatu yang tabu akan tetapi sesuatu yang sudah menjadi hak yang wajar dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Hal ini memberikan dampak yang sangat luas terhadap pola pikir dan perilaku anak muda dan remaja di Indoensia karena mereka ( anak muda dan remaja ) juga jadi berfikiran yang sama dengan media massa bahwa tindik bukan lagi sebagai sebuah lambang kriminal atau kenakalan akan tetapi merupakan sebuah simbol kebebasan dalam bertindak dan simbol pergaulan modern juga merupakan simbol seni.

Tindik atau piercing yang pada saat ini berkembang di Indonesia adalah merupakan salah satu dampak dari globalisasi yang pada saat ini merupakan hal yang wajar dan tidak lagi merupakan sesuatu yang harus dipermasalahkan seperti anggapan bahwa tindik atau piercing adalah perilaku yang tidak ada gunanya dan perilaku yang hanya menyakiti diri sendiri. Dengan adanya proses globalisasi di Indonesia maka proses tersebut secara tidak langsung mengubah pemikiran dan perilaku masyarakat Indonesia menjadi perilaku yang mengadopsi perilaku dan tren yang berkembang di barat terutama di Eropa dan Amerika. Tanggapan dan respon dari masyarakat Indonesia secara mayoritas pun menerima secara terbuka dan hanya sedikit yang melakukan filterisasi terhadap proses dan dampak-dampak dari globalisasi tersebut.